Optimasi Sumber Kekayaan Alam Bio Energi Dalam Rangka Ketahanan Energi Nasional

Pendahuluan.

Indonesia kaya akan Sumber Kekayaan Alam (SKA) yang dimilikinya namun jika kekayaan dimaksud adalah SKA minyak, Indonesia masih jauh dibandingkan dengan Arab Saudi, USA dan China. Produksi yang tidak mengasumsikan jumlah cadangan hanya akan dapat bertahan untuk 11,1 tahun kedepan. Namun untuk gas alam dan potensi lain yang belum dikaji mendalam menjadikan Indonesia punya cukup banyak cadangan diangka 2,9 TCM (Trillions of cubic metres). Cadangan gas NRI cukup memberikan sumbangsih 35% dari cadangan Arab Saudi yang dapat memberikan bertahan sekitar 41,2 tahun kedepan[1]. Kebijakan energi Indonesia dalam Peraturan Pemerintah (PP) 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) menggantikan Peraturan Presiden (Perpres) 05/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. KEN dibuat untuk menjadi pedoman arah pengelolaan energi nasional, guna mewujudkan kemandirian energi dan ketahanan energi nasional dalam rangka mendukung pembangunan nasional berkelanjutan yang didasarkan pada kebijakan pengelolaan energi dengan prinsip keadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional.

Namun dalam mewujudkan konsepsi ketahanan nasional, Pemerintah dan Masyarakat harus memahami bahwa keterpaduan yang berlandaskan Pancasila, UUD NRI 1945, dan Wawasan Nusantara. Hal-hal asas mengenai Ketahanan Nasional yang meliputi (1) Asas Kesejahteraan dan Keamanan dalam Aspek Politik, (2) Asas Komprehensif Integral (Menyeluruh Terpadu), (3) Asas mawas dalam dan keluar, (4) Asas kekeluargaan, harus dipahami oleh seluruh pemimpin dalam iklim demokrasi terbuka saat ini. KEN yang dilaksanakan hingga tahun 2025-2050 dengan beberapa kebijakan utamanya bahwasanya Pemerintah wajib menyediakan Cadangan Penyangga Energi (CPE) dan Cadangan Strategis Energi (CSE), di samping memastikan ketersediaan cadangan operasional oleh badan usaha[2]. Untuk itu, keterkaitan antara wasantara, ketahanan nasional, dan pembangunan nasional menempatkan wawasan nusantara sebagai pedoman, tuntunan, dan sebagai rambu-rambu pemandu bagi perwujudan ketahanan nasional dapat lugas menumbuhkan kondisi kehidupan nasional yang diinginkan melalui pembangunan nasional. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membangun kerangka pikir kepada masyarakat bahwa Indonesia adalah negara mandiri, kuat, dinamis dan berwibawa dan siap melakukan kerjasama atas seluruh kekuatan baik dalam Human Resources (HR) maupun SKA yang dimilikinya dengan berdasarkan kepada falsafah bangsa. Karena tanpa adanya doktrin asas nasional dapat terjadi cara berpikir yang terkotak-kotak (sektoral), kesimpangsiuran dalam arah dan tindakan, serta tidak konsisten dengan falsafah yang telah disepakati sehingga mengakibatkan boros waktu, tenaga, dan sarana yang boleh jadi akan menjadi hambatan bahkan akan terjadi penyimpangan dari tujuan dan cita-cita nasional.

Secara khusus,integrasi wasantara, TANNAS dan PEMBNAS dengan memperhatikan populasi penduduk sebanyak 255 juta orang dengan proyeksi penduduk pada tahun 2020 sebanyak 271 juta jiwa (BPS:2017)[3], tentu saja sangat memerlukan pemenuhan kepentingan masyarakatnya. Selain itu, Indonesia sebagai Negara kepulauan secara geografis kekayaan hutannya adalah bagus untuk dioptimalkan dalam pengembangan energi terbarukan seperti panas bumi, biofuel dan bio nabati. Untuk itu, makna dari persatuan dan kesatuan, seharusnya membawa kepada sikap kebersamaan bangsa untuk mewujudkan kemandirian dalam berbagai hal, salah satunya ketahanan nasional dalam energi. Namun dalam aplikasi lapangan sepertinya terjadi putusnya mata rantai pesan dari pendiri bangsa yang disebabkan kemauan politik dari pemerintah dalam rencana strategis ketahanan energi nasional. Hal ini dibuktikan dengan Indonesia masih mencari energi alternatif dalam pembangunan nasional dan melalui pola penghematan energi saat ini, sementara prediksi ketahaan energi hanya bertahan dalam hitungan tahun yang pendek[4], bahkan boleh jadi hanya bertahan selama 22 hari saja[5] sehingga dalam hitungan kasar, Indonesia memerlukan anggaran hingga US$17 miliar untuk pengadaan 45 juta barel minyak dan membangun infrastruktur. Mengacu fenomena dunia saat ini bahwa ketahanan energi dunia khususnya minyak menjadi turun, maka Indonesia harus dapat mengoptimalkan SKA dengan cepat untuk mencapai tujuan nasional. Peran daerah dirancang dalam pengembangan EBT yang terangkum dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017, namun keperluan konsumsi terus meningkat dan adanya regulasi yang membatasi perkembangan. Maka untuk memenuhi hal itu, pemerintah dapat mengoptimalkan nilai geopolitik dan wasantara mengacu kepada tiga aspek, yakni ketersediaan sumber energi, keterjangkauan pasokan energi, dan kelanjutan pengembangan energi baru terbarukan[6]. SKA harus dioptimumkan begipula dengan bonus demografi yang dimiliki Idonesia. Untuk menjalankan hal tersebut tentu saja menuntut ketegasan pengambilan pemimpin yang bertindak cepat guna kepentingan masyarakat guna mencapai cita-cita nasional.

Pembahasan.

Sebagaimana definisi International Energy Agency (IEA)[7] bahwasanya ketahanan energi merupakan ketersediaan sumber energi yang tidak terputus dengan harga yang terjangkau. Dimana ukuran dalam menilai suatu negara adalah memiliki ketahanan energi pasokan selama 90 hari kebutuhan impor setara minyak sebagai komponen penting dalam produksi barang dan jasa. Tentu saja menyebabkan Indonesia harus melakukan antisipasi pasokan yang diperlukan untuk masyarakatnya. Segala bentuk gangguan dan hambatan ketersediaan pasokan energi dalam bentuk bahan bakar primer (BBM, Gas dan Batubara) maupun kelistrikan harus tertangani dengan baik. Hal-hal yang dapat menurunkan produktivitas ekonomi suatu wilayah pada tingkat nasional juga harus diantisipasi dengan membuat target ketetapan pertumbuhan ekonomi.

Memperhatikan prospek ekonomi untuk Asia Tenggara, yaitu China dan India dalam pembangunan dan integrasi regional di Emerging Asia[8] dan fokus khusus nya adalah dalam menangani tantangan energi dan pengembangan energi terbarukan. Maka selayaknya Indonesia dapat mengoptimalkan sesuatu yang sudah ada, ataupun merancang dan membuat sesuatu secara optimal [9]. Hal tersebut adalah senada dengan paparan panelis yang dihadirkan dalam diskusi panel PPSA XXI 2017. Namun seyogyanya hal ini bukan sekedar konsep yang dituangkan dalam penelitian atau pola berpikir saja. Indonesia yang dikenal sebagai salah satu penghasil minyak, gas, dan batubara di dunia belum mengoptimalkan EBT sebgaimana diterapkan oleh Thailand dan Denmark. Padahal jika pemanfaatan EBT dalam SKA dijalankan secara fokus dapat menjadi modal awal untuk menjadi negara besar dimana pada saatnya keperluan minyak dan gas bumi akan beralih pada konsep green energy, sehingga. Indonesia tidak jatuh dalam “lubang” krisis energi.

Hal positif harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam membangun EBT untuk mengejar ketertinggalan dari Negara Thailand atau Denmark yang telah melaksanakan energi terbarukan dan konservasi energi. EBT harus digiatkan kepada masyarakat untuk menjadi solusi praktis dalam krisis energi, mengingat bahwa dengan EBT yang tepat akan memberikan pasokan listrik pada berbagai pelosok di Indonesia[10]. Pemerintah secara tegas harus menghilangkan ketidakbergantungan masyarakatnya terhadap impor minyak dari negara tertentu dalam memenuhi keperluannya. Hal ini dicapai dengan agresifitas pemerintah mencari sumber-sumber bio energi seperti energi fosil dan melakukan perubahan radikal untuk pembangunan EBT. Keperluan minyak dan gas yang tinggi dalam konsumsi rumah tangga dibatasi, kredit murah berkenaan kendaraan roda empat juga dibatasi.

Simpulan. Dengan demikian maka Optimasi SKA sebagai EBT harus dirancang secara khusus dan tepat dalam pola pikir dan alur pikir masyarakat sehiigga PEMBNAS dimulai dengan peningkatan HR berkualitas dalam Kementerian terkait melalui program yang mengarahkan kepada kreatifitas pemuda mencari potensi energi yang tepat guna. Akibatnya adalah akan terdapatpergeseran keperluan masyarakat dalam ketahanan energi harus disikapi dengan berbuat mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan EBT, sehingga bertambahnya cadangan migas masih ada seperti menggunakan optimasi energi panas matahari dan nabati yang ada di Indonesia. Berjalannya optimasi Bio Energi juga mengharuskan pemerintah melalui kementerian terkait melakukan deregulasi, debirokratisasi dan Structural Reform. Sehingga tidak banyak regulasi yang bertumpuk, tetapi tindakan nyata adalah restrukturisasi dengan melakukan audit ratusan BUMN yang ada dan merubah business modelnya dengan mengkapitalisasi plus point Indonesia yaitu young population atau bonus demografi, natural resources, Low capital stocks, low wages, dan lainnya.


[1]     https://www.iea.org/publications/freepublications/publication/WEO2015_SouthEastAsia.pdf, diakses tanggal 30 Juli 2017 Pukul 01:01 WIB

[2]     http://www.oecd.org/dev/economic-outlook-for-southeast-asia-china-and-india-23101113.htm, , diakses tanggal 30 Juli 2017 Pukul 01:09 WIB

[3]    https://id.wikipedia.org/wiki/Optimasi, diakses tanggal 29 Juli 2017 Pukul 12:00 WIB

[4]    http://ekonomi.kompas.com/read/2017/07/20/214402626/energi-baru-terbarukan-menjadi-kunci-ketahanan-energi-indonesia, diakses tanggal 30 Juli 2017 Pukul 00:499 WIB


[5]     http://pwyp-indonesia.org/id/68943/minyak-dan-strategi-ketahanan-energi-indonesia-bagian-i, diakses pada tanggal 30 Juli 2017, pukul 13.47 WIB

[6]    https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1274, diakses pada tanggal 30 Juli 2017, pukul 13.47 WIB

[7]    Paparan Diskusi Panel Pakar BS Geopolitik dan Wasantara PPSA XXI Jumat 28 Juli 2017

[8]    http://www.panmaritime.net/uncategorized/ketahanan-energi-nasional-perkuat-cadangan-minyak/, diakses pada tanggal 30 Juli 2017, pukul 13.51 WIB

[9]    http://www.kemenperin.go.id/artikel/11320/Ketahanan-Energi-Indonesia-Merosot, diakses pada tanggal 29 Juli 2017, pukul 10.38 WIB


[10]     http://www.kompasiana.com/tanjungadrianegi/kamu-pancasila-seberapa-tahu-dengan-keenergian-indonesia_5935f9b4d67e61d30500a089, diakses pada tanggal 30 Juli 2017, pukul 13.47 WIB

Share this post