Strategi Ekonomi Kerakyatan Dapat Membangkitkan Indonesia Menjadi Bangsa Pemenang

Pendahuluan. Mengacu pada Isu dunia bahwa 26 negara pada kawasan Eropa (Prancis, Jerman, Belanda, Inggris, dan sebagainya) dan 6 di antaranya masuk bagian Eropa Timur dan Tengah (Bulgaria, Hongaria, Polandia, Slovenia, Republik Slovak, dan Czechnya) yang dua diantaranya adalah Estonia dan Ukraina merupakan negara, namun mereka memiliki sejarah demokrasi kukuh dengan sistem ekonomi terbuka sehingga memiliki ekonomi yang sangat baik dan stabil. Rerata pendapatan per kapita mereka adalah 18.700 US$ dengan inflasi yang relatif rendah (3,1%), tingkat tabungan dan investasi yang dimilikinya juga tinggi dan hal lain adalah bahwasanya mereka memiliki utang luar negeri yang sangat rendah [1]. Potret pada beberapa negara maju yang memiliki jumlah penduduk kurang dari 25 juta orang dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 0,4% per tahun. Kelebihan mereka (98%) adalah menarik yaitu bahwasanya mereka memiliki terbiasa membaca dan melanjutkan pendidikan tinggi. Dengan penerapan Sistem Ekonomi terbuka mereka dapat memberikan kenaikan pada perekonomian negaranya. Sebagaimana Tiongkok yang memiliki PDB $ 309.4 milyar melonjak menjadi $ 11.008 miliar (naik 33.5 kali), Singapura sebagai negara terdekat juga mengalami kenaikan sebesar 15.3 kali dari sebelumnya $ 19.1 miliar menjadi 292.7 miliar. Sedangkan Indonesia mengalami 10.1 kali dari angka PDB $ 85.2 miliar menjadi $ 861.9   miliar. Untuk itu, Indonesia yang mana 68 juta jiwa atau 26.9% hidup kurang dari 50% diatas kemiskinan nasional (US$ 1.30) [2] sehingga jika mereka jatuh miskin dengan mudah (Bank Dunia, 2015) harus melakkan pembenahan.

Sementara pada beberapa negara berkembang hingga saat ini, seolah masih evoria atas perubahan dinamika perkembangan teknologi dan globalisasi dan belum banyak berfikir sebab positif dan negatif atas perkembangannya, termasuk di Indonesia. Padahal Indonesia memiliki SKA dan SDM yang besar. Fakta yang ada saat ini adalah bahwasanya setengah SKA Indonesia 1% populasi terkaya. Bahkan Rp 11.000 triliun milik orang dan perusahaan Indonesia, jumlah tersebut 5 kali lipat lebih banyak dari anggaran negara dan parkir di luar negeri. Hal lain adalah 40% angkatan kerja hanya lulusan SD, dan 1 dari 3 anak Indonesia mengalami gagal tumbuh. Untuk itu, dengan memperhatikan SKA Indonesia maka selayaknya PE Indonesia dapat tumbuh lebih cepat (>10%) untuk mengejar ketertinggalan kemanjuan negara lain. Untuk dapat mengelola dengan baik sawah dan ladang yang aada juga menjadi kendala di Indonesia yang disebabkan regulasi pemerintah yang dipandang kurang tepat bagi kemajuan bangsa. Salah satunya adalah bahwa masyarakat yang mayoritas petani tidak dapat bertani Karena ladangnya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan. Hal ini tentunya menjadikan rasio ketimpangan kepemilikan dan penguasaan tanah saat ini yaitu 0.72 atau 72% tanah dikuasai oleh sekitar 2.5 juta orang saja. Hal inilah yang merubah paradigma negeri subur menjadi tidak makmur [3]

Dengan demikian, menurut penulis strategi yang paling tepat dalam membangun kesadaran nasional bangsa Indonesia adalah membuat program hulu sampai dengan kehilir secara serentak. Strategi ini tepat dan akan berdampak pada peningkatan majunya perekonomian Indonesia. Ini juga akan memperkecil ‘jurang’ wilayah di Indonesia yang sebelumnya tidak terperhatikan dan tidak ada lagi wilayah yang “terbelakang”. Dimana, sistem perekonomian di Indonesia saat ini yang terpusat pada satu wilayah dapat dikembangkan pada banyak daerah di luar pusat pemerintahan yang perekonomiannya masih rendah. Untuk itu, strategi ekonomi kerakyatan diusulkan dapat membangkitkan Indonesia menjadi bangsa pemenang. Hal itu adalah berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Bung Hatta melalui artikelnya yang berjudul “Ekonomi Rakyat” yang diterbitkan dalam harian Daulat Rakyat (20 November 1933) seterusnya merupakan cikal bakal dari lahirnya, konsep ekonomi kerakyatan. Bung Hatta menyatakan di Den Haag pada 9 Maret 1928, bahwa “lebih suka kami melihat Indonesia tenggelam ke dasar lautan, dari pada melihatnya sebagai embel-embel abadi dari pada suatu negara asing“ [4]

Pembahasan. Memperhatikan keadaan Ekonomi Indonesia, sebagai negara yang kaya akan SKA rupanya belum optimal dalam pengelolaannya dimana angka rasio gini Indonesia menurut adalah 0.49 yang mempunyai arti bahwa 1% orang terkaya (hanya 2.5 juta orang) menguasai 49% kekayaan Indonesia [5]. Dalam informasi kemiskinan Indonesia diperoleh data bahwa 29 juta orang hidup dibawah garis kemiskinan, dimana 8.3% pada perkotaan dan 14.2% adalah penduduk di pedesaan 6] yang berubah menurut UNDP adalah 11.3% [7]. Maka hal utama yang dilakuan adalah dengan membangun kesadaran bersama dan tidak saling menyalahkan, bersatu dalam pengelolaan yang tepat dengan menggunakan SDM yang dimiliki. Disiplin dan Etos kerja sebagai bangsa yang memiliki nilai gotong royong tinggi dimunculkan kembali dengan membangun sistem ekonomi dan politik yang berdasarkan Pancasila sebagaimana digariskan UUD 1945 untuk Tujuan Nasional Bangsa yang sejahtera, merdeka, berdaulat, sdil dan makmur.

Secara ekonomi dapat diduga bahwa bangsa Indonesia telah berdiri atas bantuan negara lain atau dengan kata lain tidak berdiri diatas kaki sendiri. Indonesia tergantung kepada utang, yang apabila memperhatikan APBN 2017 negara harus membuat utang baru hingga Rp 330 triliun. Jika beban utang dapat mempengaruhi pengurangan kemampuan negara dalam membiayai program kesejahteraan masyarakatnya yang pada intinya adalah merupakan program prioritas bagi sebuah negara, maka hl ini berarti bahwa adalah benar bahwa NKRI dalam keadaan kurang maju dalam pengembangan infastruktur negara lain. Untuk itu, kesadaran dan kerjasama yang harusnya dilakukan adalah dengan membangun kebersamaan bangsa ber bhineka tunggal ika yang memiliki pandangan dalam wasantara untuk kemajuan global. Untuk itu, banyak persoalan ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia selayaknya prinsip kekuatan yang menjadi kelemahan kita dibangkitkan kembali dengan inti dari konsep peningkatan pembangunan melalui teknik sosial engineering, seperti halnya melalui penyusunan perencanaan induk, dan paket program terpadu yang bermaksud bahwa setiap wilayah merencakan membangun wilayah dengan koordinasi kepada pemerintah pusat. Pemerintah pusat, sebagai pemegang amanah tujuan nasional pertama, harus dapat menopang rencana yang dijalankan oleh pemerintah daerah dalam memajukan wilayahnya. Setiap daerah akan memiliki programnya masing-masing yang sesuai dengan daerah itu sendiri agar warganya memiliki tingkat pendapatan yang tinggi. Karena pada dasarnya hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, dengan pancasila sebagai dasar, tujuan, dan pedoman pembangunan nasional.

Upaya dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa yang berdasarkan Pancasila diarahkan pada wujud keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dimana, dalam kaitannya dalam pembahasan Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Hal itu, sebenarnya telah memberikan jawaban akan tantangan yang harus dijalankan sebagai pemimpin nasional yaitu menjalankan cabang atas produksi penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup masyarakat banyak dikuasai oleh negara. Dimana, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Selanjutnya, Pasal 27 Ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan Pasal 34 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Atas hal tersebut, selayaknya pembangunan nasional dimulai atas giat pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan di semua aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan aspek perta¬hanan keamanan, serta merupakan kehendak seluruh bangsa untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata, untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir batin termasuk terpenuhinya rasa aman, rasa tenteram, dan rasa keadilan bagi seluruh rakyat serta menuju pada keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan materiil dan spiritual.

Maka dari itu, sebenarnya pemerintah wajib memperhatikan permasalahan bangsa ini secara serius, jika kita benar-benar bertekad menjadi bangsa pemenang. Sebagai bangsa pemenang adalah pasti bahwa kemakmuran rakyat yang miskin dan kehidupannya tidak sejahtera adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan. Strategi pembangunan ekonomi kerakyatan menggunakan kekuatan globalisasi, adalah menjadi program wajib dan utama pemerintahan Indonesia, untuk mengejar beberapa ketertinggalan sebagaimana data yang disampaikan bahwa dimana IPM Indonesia tahun 2015 meningkat 30,5% sejak tahun 1990-nan menjadi 0.689 dan menempatkan Indonesia dalam kategori IPM Menengah (peringkat 113 dari 188 negara), namun pada akhirnya, saat ini, IPM Indonesia menurun menjadi ke 0,563 (turun 18,2 persen) [8]. Untuk itu, perlu dikaji mendalam kembali mengenai isu strategi dalam peningkatan ekonomi yang memiliki wawasan kebangsaan, kerakyatan dan tidak meninggalkan peran kearifan lokal.

Penutup. Menjadi bangsa pemenang, harus dapat menyesuaikan antara cita dan tujuan nasional. Selayaknya Strategi Ekonomi Kerakyatan yang dahulu disegani penjajah, kembali dibangkitkan dan dijalankan kembali dengan mengikuti perubahan zaman. Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang ber-ideologikan Pancasila dan tepat digunakan di Indonesia dengan keragamannya. Kendala teknis seperti Infrastruktur sesuai perkembangan zaman masih memerlukan percepatan agar sistem ekonomi kerakyatan mengikuti perkembangan zaman. Peran sosialisasi kepada masyarakat atas sistem ekonomi kerakyatan yang dahulu membuat kita jaya disampaikan kembali kepada generasi saat ini yang mungkin masih mencari pola akibat arus globalisasi. Shingga tujuan dan cita-cita nasional dapat tercapai. Download article


[1]    http://www.id.undp.org/content/indonesia/id/home/presscenter/pressreleases/2017/03/22, diakses tanggal 13 Agustus 2017, Pukul 18:30 WIB.

[2]      Credit Suisse Global Wealth Report Report, 2016

[3]      Badan Pusat Statistik (SUSENAS) 2015

[4]      http://www.id.undp.org/content/indonesia/id, diakses tanggal 13 Agustus 2017, Pukul 8:30 WIB

[5]      Hatta, Muhammad, “Indonesia Merdeka”, terjemahan Hazil, Bulan Bintang, Jakarta, 1976, halaman 136 – 137.

[6]      Konsorsium Pembaruan Agraria, 2014

[7]    http://salamnasionalis.blogspot.co.id/2012/06/strategi-mengembangkan-suatu-negara.html, diakses tanggal 11 Agustus 2017, Pukul 15:30 WIB

[8]    Angka PDB nominal dari Bank Dunia, 2016)

BSI Geostrategi dan Ketahanan Nasional ISBN 978-602-14873-6-5, cetakan kedua tahun 2017

BSI IPTEK ISBN 978-602-6662-03-3, cetakan pertama tahun 2017, Lembaga Pertahanan Republik Indonesia.

BSI Sosial Budaya ISBN 978-602-6662-07-1, cetakan pertama tahun 2017

BSI TANNAS, ISBN : 978-602-14873-6-5, cetakan kedua tahun 2017

BSI Strategi, ISBN : 978-602-6662-08-8, cetakan pertama tahun 2017, Lembaga Pertahanan Republik Indonesia.

BSI Lingkungan Strategi, ISBN : 978-602-662-040, cetakan pertama tahun 2017, Lembaga Pertahanan Republik Indonesia.

Paparan Pakar dalam Diskusi Panel Pakar BS Strategi Nasional Nasional PPSA XXI Selasa 14 Agustus 2017Term of Reference (ToR) untuk peserta dalam kegiatan Penyusunan Esai Bidang Strategi PPSA-XXI Tahun 2017 Nomor : LP/07/VII/2017/Debiddikpimtknas


Share this post